Jakarta, 4 Agustus 2020. Rencana pemerintah untuk meningkatkan produksi energi biodiesel perlu disertai dengan kebijakan yang tepat agar menghasilkan energi yang lebih berkelanjutan. Pemerintah juga perlu mengevaluasi langkahnya untuk memberikan subsidi kepada perusahaan kelapa sawit melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Menurut Sekretaris Jenderal SPKS Mansuetus Darto, penyuntikan dana tambahan bukanlah langkah yang efektif untuk menyejahterakan petani kelapa sawit dan memberikan dampak program biodiesel secara langsung. Hingga saat ini, tidak ada aturan mengenai keterlibatan petani kelapa sawit dalam program biodiesel, sehingga kesuksesan program biodiesel tidak akan berpengaruh bagi petani.
Jika pemerintah memang serius menyadari pentingnya posisi petani kelapa sawit dalam industri biodiesel, serta mau mendorong mereka untuk memaksimalkan hasilnya, maka pemerintah seharusnya turut melibatkan petani kelapa sawit dalam program biodiesel. Salah satu langkah konkrit yang dapat dilakukan adalah adalah dengan kebijakan yang menyertakan petani dalam rantai pasok biodiesel.
Hingga saat ini, petani kelapa sawit swadaya belum dipetakan dalam industri ini. Mereka pun tak memiliki akses untuk menjual kelapa sawit ke pasar, melainkan harus melalui rangkaian pengumpul yang panjang sehingga harga yang mereka dapatkan pun sangat rendah.
“Pemerintah perlu memasukan petani kelapa sawit dalam rantai pasok biodiesel, bukan sekedar memberikan suntikan dana secara terus-menerus ke perusahaan kelapa sawit melalui BPDPKS,” tegas Darto.
Darto menilai bahwa permintaan Ketua Umum Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Master Parulian Tumanggor kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani pentingnya pemerintah menyuntikkan dana sebesar Rp20 triliun ke Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) setiap tahun bukanlah langkah yang tepat dan perlu dievaluasi lebih lanjut, apakah dana tersebut memang bisa sampai ke petani, atau justru sekedar menguntungkan perusahaan kelapa sawit.
Aprobi pun menekankan pentingnya mensubsidi biodiesel selaku energi terbarukan.
Manajer Riset Traction Energy Asia, Ricky Amukti menilai bahwa pemerintah memang perlu mendukung atau mensubsidi energi terbarukan. Namun, Ricky menilai ada kekeliruan dari pengusaha dan pemerintah saat menyebut biodiesel sebagai energi terbarukan dan bersih.
Biodiesel dari bahan baku minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) belum dapat dikategorikan sebagai energi yang bersih dan terbarukan karena dalam proses pembuatannya masih terdapat sejumlah masalah. Pertama, masih banyak pabrik minyak kelapa sawit yang dalam prosesnya tidak menggunakan penangkap metana atau methane capture, sehingga proses pembuatan CPO justru melepaskan emisi gas rumah kaca, metana, yang besar ke udara.
Aprobi sebetulnya sempat menyampaikan janjinya untuk memastikan agar lebih banyak perusahaan kelapa sawit yang dapat menggunakan methane capture facility atau penangkapan gas metana pada tahun lalu. Hal tersebut juga menjadi salah satu poin janji pemerintah Indonesia yang tertuang dalam Nationally Determined Contribution (NDC).
“Nyatanya, sampai saat ini, belum ada langkah konkret baik dari perusahaan kelapa sawit maupun pemerintah untuk menangani emisi gas metana tersebut,” ujar Ricky.
Kedua, pemerintah perlu memastikan agar pengembangan industri biodiesel tak berdampak pada pembukaan lahan baru untuk kelapa sawit. Pembukaan lahan baru tentunya melepas emisi yang besar. Selain itu, pembukaan lahan kerap kali menyisakan konflik lahan atau konflik agraria dengan masyarakat lokal.
Biodiesel dapat dikategorikan sebagai energi transisi menuju energi yang bersih dan terbarukan. Dengan itu, sembari mengembangkan industri biodiesel, pemerintah perlu mengembangkan dan memberikan intensif energi dari sumber yang lebih energi dan terbarukan, seperti minyak jelantah atau limbah minyak goreng untuk bahan bakar transportasi, serta surya atap, panas bumi, angin dan proyek hidro kecil untuk listrik.
“Pemerintah perlu memastikan agar proses pembuatan CPO untuk biodiesel lebih bersih dari buangan emisi dan sustainable, serta membuat batasan agar tak ada pembukaan lahan kebun kelapa sawit baru untuk kepentingan industri biodiesel,” pungkas Ricky.
Narahubung:
Sekretaris Jenderal Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Mansuetus Darto
(+62 811-9266-663)
Manajer Riset Traction Energy Asia, Ricky Amukti
(+62 877-8189-3015)
Staf Komunikasi Traction Energy Asia, Fadiyah
(+62 877-8317-4140)
Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) merupakan serikat yang mengadvokasi pemberdayaan dan perbaikan kebijakan terkait petani kelapa sawit. Traction Energy Asia adalah lembaga riset yang berfokus pada isu transisi menuju energi bersih dan terbarukan.