You are currently viewing Pemanfaatan Minyak Jelantah Bagi Kesehatan, Lingkungan,  Ekonomi, Pembangunan Daerah, dan Ketahanan Pangan

Pemanfaatan Minyak Jelantah Bagi Kesehatan, Lingkungan, Ekonomi, Pembangunan Daerah, dan Ketahanan Pangan


Pemerintah meluncurkan B30 pada Januari 2020 untuk mendorong penggunaan Bahan Bakar Nabati (BBN) melalui program biodiesel. Saat ini, pemerintah mengandalkan CPO sebagai bahan baku pembuatan biodiesel untuk menghasilkan B30 sebagai bahan bakar pengganti solar. 

“Berlanjutnya program B30 ini bukan tanpa resiko. Menurut riset kami, program B30 berpotensi menyebabkan defisit pasokan CPO pada 2023 karena meningkatnya permintaan CPO untuk memenuhi permintaan dari sektor biodiesel. Status defisit pasokan CPO akan tiba lebih cepat jika produksi bauran biodiesel semakin tinggi. Potensi defisit ini mengancam kawasan hutan karena ekspansi lahan perkebunan sawit untuk memenuhi permintaan pasokan bahan baku biodiesel” kata Ricky Amukti, Manajer Riset Traction Energy Asia.

Indonesia memiliki potensi besar untuk memanfaatkan minyak jelantah sebagai bahan baku biodiesel untuk mengurangi risiko dampak buruk lingkungan dari minyak jelantah yang kerap dibuang begitu saja ke saluran pembuangan atau didaur ulang kembali untuk menjadi minyak goreng kemasan curah. Di tahun 2019 konsumsi minyak goreng Indonesia menghasilkan 13 juta ton minyak jelantah Indonesia. Angka ini cukup besar lantaran Uni Eropa menghasilkan 22,7 juta ton di Uni Eropa, Amerika menghasilkan 16 juta ton dan dan India 23 juta ton.

Tenny Kristiana, Peneliti The International Council for Clean Transportation (ICCT) menjelaskan potensi manfaatnya di bidang kesehatan. Menurutnya, jika ada regulasi yang mewajibkan pengumpulan minyak jelantah dan kemudian digunakan  sebagai bahan baku biodiesel, risiko daur ulang minyak jelantah untuk digunakan kembali sebagai minyak goreng akan berkurang. Hal ini kemudian akan mengurangi potensi timbulnya penyakit neurodegeneratif seperti stroke, alzheimer, parkinson dan huntington; hipertensi; penyakit kardiovaskular; penyakit jantung; kerusakan sistem gastrointestinal; serta kerusakan fungsi ginjal dan hati akibat dari penggunaan minyak jelantah secara berulang kali untuk menggoreng makanan. 

Penggunaan minyak jelantah sebagai bahan baku biodiesel dapat mengatasi resiko peningkatan  kadar Chemical Oxygen Demand (COD) dan Biological Oxygen Demand (BOD) di perairan terlebih lagi minyak jelantah tergolong sebagai limbah kategori bahan beracun dan berbahaya (B3).Dari bidang pengurangan gas rumah kaca, riset ICCT menunjukkan meskipun penggunaan biodiesel B30 mengurangi mengurangi 30 juta ton emisi CO2, namun jika dihitung dari analisis daur hidup (life cycle) dari sektor hulu (perkebunan sawit) hingga hilir (konsumsi biodiesel), jumlah emisi CO2 bertambah sekitar 52 juta ton akibat dari ekspansi lahan perkebunan sawit untuk memenuhi permintaan bahan baku biodiesel.

Ricky Amukti menambahkan, penggunaan minyak jelantah sebagai bahan baku biodiesel dapat membantu pemerintah mengatasi fluktuasi Harga Indeks Produksi (HIP) Biodiesel dari CPO dan solar yang tergantung pada harga di pasar internasional. Sebagai catatan, trend HIP Biodiesel dari CPO umumnya lebih tinggi dari HIP solar. Sehingga selalu ada potensi beban subsidi yang tinggi untuk menghadirkan bahan bakar biodiesel. Sementara, minyak jelantah merupakan komoditas yang nilainya tidak tergantung pada harga di pasar internasional. Pemerintah dapat menetapkan harga tetap (fixed price) sebagai kompensasi bagi sektor penyumbang minyak jelantah untuk bahan baku biodiesel. Jika minyak jelantah ditetapkan sebagai bahan baku biodiesel, pemerintah memiliki pasokan bahan baku biodiesel yang harganya stabil dan tidak terpengaruh oleh fluktuasi harga komoditas di pasar internasional.  

Penggunaan minyak jelantah sebagai bahan baku biodiesel perlu dimulai dari kebijakan pemerintah, khususnya pemerintah daerah. Joko Tri Haryanto, Peneliti Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan menjelaskan terdapat tiga instrumen kebijakan yang perlu diterapkan untuk memobilisasi pengumpulan minyak jelantah dari sektor rumah tangga dan sektor usaha hotel, restoran dan kafe. Pertama, diperlukan regulasi di level pemerintah daerah (Peraturan Daerah, Peraturan Walikota/Peraturan Bupati)  untuk menekan para penghasil minyak jelantah untuk menyerahkan limbah jelantah yang dihasilkan. Kedua, diperlukan mekanisme insentif dan disinsentif sebagai stimulus bagi para penghasil minyak jelantah agar mereka mau menyerahkan minyak jelantah. Mekanisme insentif dapat berupa kebijakan fiskal seperti pemberian diskon pajak hotel dan restoran serta kebijakan non fiskal yang terkait dengan proses pengurusan perpanjangan izin usaha. Ketiga, diperlukan model bisnis untuk mengelola industri pemanfaatan minyak jelantah dengan sistem sinergi antara pemerintah dan publik (CSO, bank sampah/bank jelantah). Pemerintah dapat berperan sebagai pengelola industri minyak jelantah melalui Badan Usaha MIlik Daerah (BUMD) atau Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Kombinasi ketiga instrumen kebijakan tersebut diperlukan untuk menjamin ketersediaan pasokan bahan baku biodiesel dari minyak jelantah 

Ricky Amukti menyimpulkan, “Pemanfaatan minyak jelantah untuk bahan baku biodiesel dapat menjadi contoh konkret ekonomi daur ulang (circular economy) yang efisien dan multi manfaat. Sektor rumah tangga serta sektor usaha hotel, restoran dan kafe dapat dilibatkan sebagai pemasok minyak jelantah sebagai bahan baku biodiesel. Dengan kebijakan insentif yang tepat, sektor-sektor tersebut dapat menikmati tambahan pendapatan sebagai pemasok minyak jelantah.  Dengan sistem tersebut, masalah timbulan limbah minyak jelantah yang berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan dapat teratasi, kebutuhan pasokan biodiesel dapat terpenuhi dan dapat berkontribusi pada peningkatan pertumbuhan ekonomi dari sektor rumah tangga serta sektor hotel restoran dan kafe.

Narahubung:

Joko Tri Haryanto, Peneliti Badan Kebijakan Fiskal, Email: [email protected] 

Tenny Kristiana, Researcher ICCT, Email: [email protected] 

Ricky Amukti, Manajer Riset Traction Energy Asia, HP: 0877 8189 3015, Email: [email protected] 

 

Tinggalkan Balasan