Potensi Jelantah Penuhi 32 Persen Kebutuhan Biodiesel

FOTO : IST

Pajak.com, Jakarta Indonesia termasuk salah satu negara pengguna minyak sawit terbanyak di dunia. Berdasarkan data tahun 2019 menyebutkan bahwa penggunaan minyak goreng pada rumah tangga mencapai 13 juta ton per tahun atau setara 16,2 juta kiloliter (KL) per tahun dan diperkirakan mampu menghasilkan minyak jelantah (minyak goreng bekas) cukup banyak.

Perlu diketahui, minyak jelantah mempunya nilai ekonomi yang tinggi, jika dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan bahan bakar biodiesel. Terlebih, omzet usaha dari minyak jelantah ini bisa mencapai ratusan juta rupiah. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melihat semua potensi dari berbagai bahan baku untuk bisa dikembangkan secara komersial, khususnya untuk bisa berkontribusi dalam B30 (30 persen biodiesel tercampur dalam BBM).

Subkoordinator Keteknikan Bioenergi Kementerian ESDM Hudha Wijayanto mengungkapkan ada dua prinsip utama yang harus dipenuhi apabila menjadikan jelantah sebagai bahan baku biodiesel.

Pertama, kualitas minyak jelantah harus mencapai standar spesifikasi biodiesel.

Kedua, punya nilai keekonomian tinggi dan dapat diimplementasikan,” ungkap Hudha dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (17/04).

Ia pun menambahkan, jika kedua prinsip tersebut bisa dipenuhi oleh biodiesel dari jelantah, maka akan memiliki potensi yang sangat besar untuk pemenuhan kebutuhan biodiesel nasional. “Potensi jelantah sebesar 3 juta kiloliter per tahun akan dapat memenuhi 32 persen kebutuhan biodiesel nasional,” tambahnya.

Selain itu, Engagement Unit Manager Traction Energy Asia Ricky Amukti menjelaskan keberadaan minyak jelantah sebagai bahan bakar biodiesel juga dapat memberikan dampak positif bagi lingkungan dan kesehatan.

“Minyak jelantah yang dibuang sembarangan akan berpengaruh langsung terhadap lingkungan hidup. Jika menumpuk di selokan, akan menimbulkan bau dan air selokan jadi kotor. Jika terserap di tanah, kualitas tanah akan menurun,” jelasnya.

Tidak hanya itu saja, Ricky mengatakan bahwa penggunaan biodiesel dari minyak jelantah ini akan menekan jumlah emisi karbon dan pemanfaatan minyak jelantah juga mampu menghemat biaya hingga 35 persen ketimbang biodiesel dari minyak nabati yang dihasilkan dari buah kelapa sawit.

Berdasarkan analisa Kementerian ESDM, biodisel sendiri berpotensi mengurangi 91,7 persen emisi karbon dibandingkan solar, sehingga bahan bakar jenis ini dinilai lebih ramah lingkungan jika dibandingkan dengan energi fosil.

“Jika memanfaatkan jelantah, kita tak perlu mengganti hutan dengan perkebunan kelapa sawit, yang justru berpotensi meningkatkan emisi karbon,” pungkasnya.

Artikel ini telah tayang di pajak.com dengan judul: “Potensi Jelantah Penuhi 32 Persen Kebutuhan Biodiesel